RINGKASAN EKSEKUTIF
Stunting maupun gizi buruk pada anak Indonesia menjadi problem yang sangat urgen
dan krusial saat ini. Stunting menjadi permasalahan utama pada kesehatan masyarakat di
berbagai daerah. Banyak fenomena-fenomena urgen mengenai stunting, mulai pada penularan
secara massif bahkan menimbulkan kematian bagi penderitanya.
Secara umum stunting maupun kurang gizi yaitu kegagalan pertumbuhan, dan kurang
gizi kronik. Keadaan yang sudah terjadi sejak lama, bukan seperti kurang gizi akut. Stunting
dapat juga terjadi sebelum kelahiran dan disebabkan oleh asupan gizi yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuhmakan yang sangat kurang, rendahnya kualitas makanan sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Dampak yang dapat
Baca juga:
Vaksin Booster Itu Penting, Apa Alasannya?
|
ditimbulkan oleh stunting dalam jangka pendek ialah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Dampak
buruk dalam jangka panjang menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan
disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada
rendahnya produktivitas ekonomi.
PENDAHULUAN
Penderita stunting atau gizi buruk di Indonesia kurun waktu empat tahun terakhir dari
tahun 2018-2021 angka prevalensi Stunting Nasional mengalami perubahan angka, hal ini
tentunya sejalan dengan apa yang diharapkan. Akan tetapi meskipun trendnya mengalami
perubahan pada tahun 2018 sebesar 30, 8%, pada tahun 2019 sebesar 27, 67%, pada tahun 2021 angka stunting di Indonesia sebesar 24, 4?n pada tahun 2022 sebanyak 21, 6%, sedangkan
prediksi prevalensi stunting pada tahun 2024 yaitu sebesar 14%. Sejalan dengan problem
tersebut upaya pemerintah untuk menekan angka prevalensi stunting secara Nasional dengan membuat berbagai program dan regulasi dalam pencegahan dan penanganan secara multilevel sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggara Program Indonesia Sehat dengan PendekataN Keluarga, Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting di Indonesia, dan Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting. Program nasional dalam pencegahan stunting diatur kedalam kegiatan pemberian layanan intervensi spesifik dan layanan intervensi sensitif, yang juga melalui Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai wujud
pencegahan ketingkatan Desa/Kelurahan.
Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan prevalensi Stunting di tahun 2022 mencapai
27, 2% dimana sebaran stunting berdasarkan wilayah Kabupaten/Kota seluruh provinsi
meliputi Kabupaten Jeneponto sebanyak 39, 8%, Kabupaten Toraja Utara sebanyak 35, 4%,
Kabupaten Pangkep sebanyak 34, 2%, KabupatenTana Toraja sebanyak 34, 1%, Kabupaten Gowa sebanyak 33%, Kabupaten Selayar sebanyak 32, 1%, Kabupaten Takalar sebanyak 31, 3%, Kabupaten Maros sebanyak 30, 1%, Kabupaten Luwu Utara sebanyak 29, 8%,
Kabupaten Sinjai sebanyak 29, 4%, Kabupaten Wajo sebanyak 28, 6%, Kabupaten Bulukumba
sebanyak 28, 4%, Kabupaten Bone sebanyak 27, 8%, Kabupaten Sidrap sebanyak27, 3%, Kota
Pare-Pare sebanyak 27, 1%, Kabupaten Soppeng sebanyak 26, 9%, Kabupaten Luwu sebanyak
26, 7%, Kabupaten Enrekang sebanyak 26, 4%, Kota Palopo sebanyak 23, 8%, Kabupaten Luwu
Timur sebanyak 22, 6%, Kabupaten Bantaeng sebanyak 22, 1%, Kabupaten Pinrang sebanyak
20, 9%, Kota Makassarsebanyak 18, 4%, dan Kabupaten Barru sebanyak 14, 1% penderita.
Penderita stunting di Kabupaten Barru pada tahun 2022 berdasarkan wilayah kecamatan menunjukkan; Kecamatan Pujannanting sebanyak 12, 5%, KecamatanTanete Riaja sebanyak 6, 17%, Kecamatan Tanete Rilau sebanyak 39, 5%, Kecamatan Barru sebanyak 3, 3%, Kecamatan Balusu sebanyak 23, 6%, Kecamatan Soppeng Riaja sebanyak 1, 3%, dan Kecamatan Mallusetasi sebanyak3% penderita.
Dengan adanyak penyakit stunting dan kurang gizi yang terjadi di Kabupaten Barru itu disebabkan dengan berbagai pokok permasalahan meliputi; Akses makanan bergizi yang sangat minim mengakibatkan stunting menjadi masalah yang meningkat. Keluarga dengan sumber daya ekonomi yang terbatas seringkalitidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka, menyebabkanpertumbuhan fisik yang terhambat. Ini mengakibatkan dampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan anak-anak, serta berpotensi mengurangi produktivitas di masa depan. Masalah utama adalah keterbatasan akses terhadapmakanan bergizi yang perlu diatasi melalui upaya-upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas makanan sehat bagi keluarga-keluarga yang rentansecara ekonomi.
Selain itu, Kondisi kesehatan ibu pada saat hamil juga memengaruhi anak terdampak stunting. Selama masa kehamilanmemainkan peran kritis dalam mencegah stunting pada anak-anak. Masalah kesehatan ibu seperti gizi yang buruk, anemia, atau infeksi dapat mengganggu pertumbuhan janin. Gizi yang tidak memadai selama kehamilan dapat menyebabkan bayi tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk perkembangan mereka. Anemia pada ibu hamil juga dapat berdampak negatif pada suplai oksigenke janin. Selain itu, infeksi seperti infeksi parasit atau penyakit menular dapat memengaruhi kesehatan ibu dan janin, mengurangi berat badan lahir bayi dan
meningkatkan risiko stunting. Oleh karena itu, permasalahan utama adalah menjaga kesehatan ibu selama kehamilan melalui pemantauan yang baik, gizi yang seimbang, dan akses yang memadai ke perawatan medis, dengan harapan dapat mengurangi risiko stunting pada anakanak di masa depan. Terdapat pula permasalahan lain menjadi pendorong adanya stunting.
Selanjutnya pengetahuan mengenai nutrisi sangat minim bagi ibu rumah tangga di
Kabupaten Barru. Banyak ibu dan keluarga tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang
makanan yang bergizi dan pola makan sehat untuk anak-anak mereka. Hal ini sering kali
mengakibatkan pemberian makanan yang tidak seimbang dalam pola makan anak-anak, yang
dapat menyebabkan kekurangan zat gizi penting. Ketidakpahaman ini juga dapat menghambat praktik pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang eksklusif dan pengenalan makanan padat yang tepat pada waktunya. Masalahnya adalah perlunya upaya pendidikan gizi yang lebih luas dan terarah kepada ibu dan keluarga, sehingga mereka dapat memahami pentingnya gizi yang baik dan melaksanakan praktik-praktik gizi yang sehat untuk mencegah stunting pada anak-anak.
Terdapat pula faktor kondisi ekonomirumah tangga masyarakat menjadi pemicu adanya
stunting di Kabupaten Barru. Keluarga dengan sumber daya ekonomi yang terbatas sering kali
menghadapi keterbatasan dalam akses terhadap makanan bergizi dan perawatan kesehatan
yang diperlukan untuk pertumbuhan anak yang optimal. Keterbatasan ini dapat mengakibatkan
anak-anak tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dan berdampak pada pertumbuhan fisik yang terhambat. Sebagai akibatnya, stunting menjadi masalah yang lebih meresahkan. Masalahnya adalah perlunya upaya yang lebih besar untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi dan meningkatkan akses keluarga yang kurang mampu terhadap sumber daya yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka, itu dibuktikan dengan jumlahkemiskinan
di Kabupaten Barru mencapai 14, 730.000 rumah tangga atau setara 8, 40%.
Permasalahan lain dengan adanya stunting di KabupatenBarru yaitu kondisiSanitasi dan
Lingkungan kebersihan menjadi pemicu. akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak, seperti
toilet bersih dan air minum yang aman, sering kali terbatas. Akibatnya, paparan terhadap infeksi dan penyakit akibat lingkungan yangtidak higienis meningkat, terutama pada anak-anak yang rentan. Infeksi kronis seperti diare dan parasit dapat menghambat penyerapan nutrisi dalam tubuh, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Masalahnya adalah perlunya perbaikan infrastruktur sanitasi dan peningkatan kesadaran akan pentingnya kebersihan di masyarakat, agar dapat mengurangi risiko stunting dan meningkatkan kesehatan
anak-anak. Pola makan tidak teratur juga menjadi permasalahan adanya stunting pada anak di Kabupaten Barru. Banyak anak mengalami gangguan dalam pola makan mereka, termasuk asupan makanan yang tidak memadai atau tidak seimbang. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, ketidakpahaman tentang pola makan yang sehat, atau bahkan budaya makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak. Pola makan yang tidak teratur ini dapat menyebabkan kekurangan zat gizi yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, permasalahan utama adalah bagaimana meningkatkan pemahaman dan praktik pola makan yang sehat serta
mengatasi hambatan akses terhadap makanan bergizi untuk mengurangi risiko stunting pada
anak-anak. Selain itu, stunting di Kabupaten Barru juga dipicu dengan kurang maksimalnya
pelayanan kesehatan dan rendahnya pengetahuan ibu rumah tangga mengenai asupan gizi anak.
HASIL/PEMBAHASAN
Edukasi dan pendampingan ibu mengenai peningkatan pengetahuan tentan gizi saat
kehamilan masih sangat di butuhkan di kabupaten barru. Berdasarkan analisa penulis terdapat
masalah yang perlu di atasi diantaranya sebagai berikut :
1. ASUPAN GIZI
Perubahan status gizi menjadi baik atau normal dapat dipengaruhi oleh tingkat asupan energi yang cukup. Selain itu, tingkat asupan dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.
Tingkat pendapatan akan menentukan jenis dan ragam makanan yang akan dibeli.
Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makananbergantung besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga beli makanan. Jumlahasupan gizi yang dikonsumsi anak cenderung lebih tinggi pada anak yang berasal dari keluarga dengan status sosiale konomi baik.
2.POLA MAKAN DAN PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN
Praktik pemberian makan pada anak kurang beragam dan seimbang hal seperti ini mengakibatkan pada kejadian stunting. Secara keseluruan terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya stunting meliputi pola pemberian makan yang kurang, jenis makanan yang diberikan pada anak kurang beragam dan juga jam makan pada anak yang cenderung masih di abaikan, serta pengawasan orang tuapada saat jam makan anak, dan pola pemberian jenis makanan yang sebagian besar masih dikaitkan dengan budaya setempat.
Orang tua mesti mendorong terbentuknya pola makan berasal dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya setempat dan sosial. Pola pemberian makan anak juga disesuai dengan usia dankebutuhan asupan gizi anak agar tidak menimbulkan masalah kesehatan.
3. KONDISI LINGKUNGAN
Lingkungan yang kondisinya buruk dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pertemuan antara agen penyebab penyakit dengan manusia sehingga kejadian sakit akan semakin banyak aspek higiene pribadi dan kondisi sanitasi lingkungan berperan secara tidak langsung terhadap permasalahan stunting.Pengolahan makanan dan pengetahuan ibu juga menjadi penyebab terjadinya stunting pada anak.
Pada faktor kesehatan lingkungan, sumber air bersih menjadihal yang paling utama untuk keberlangsungan hidup. Sehingga untuk keperluan hidup sehari-hari harus menggunakan sumber air yang terlindung seperti sumur dalam, dangkal, dan mata air Praktek higiene pribadi yang buruk dapat mengakibatkan balita lebih mudah mengalami diare.
4. PENGETAHUAN IBU MENGENAI GIZI
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dantelinga menurut Notoatmodjo (Sutrisno & Tamim, 2023). Pandangan lain mengasumsikan bahwa pengetahuan suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu Menurut Donsu (Rahmanindar et al., 2021). Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior. Pengetahuan gizi ibu adalah suatu yang diketahui tentang makanan dalamnhubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi ibu meliputi pengetahuan tentang pemilihankonsumsi sehari-hari baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baikatau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
5. MODEL PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Penanganan stunting secara umum telah diatur oleh pemerintah dengan penanganan bersifat nasional. Berbagai strategi kegiatan dan program telah dipersiapkan guna menurunkan angka penderita stunting. Upaya untuk percepatan pencegahan stunting dilakukan melalui pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku stakeholders secara integratif dari pusat, daerah, hingga tingkat desa. Pendekatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatansemata, tetapi juga pada sektor gizi, air minum dan sanitasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, perlindungan sosial dan ketahanan pangan.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Pemberian edukasi kesehatan dan gizi kepada ibu hamil, pra nikah dan pra melahirkan untuk peningkatan pengetahuan tentang gizi.
2. Memberikan model yang tepat dalam penanganan dan peningkatan peran serta seluruh masyarakat dan pemerintah dalam penurunan angka stunting di sesuaikan dengan budaya local di kabupaten barru.
3. Edukasi dan sosialisasi tentang sanitasi dan air bersih. Untuk lingkungan yang memadai.
4. Pemberian makanan sehat dan berimbang untuk kategori umur Permasalahan utama penyebab stunting adalah malnutrisi. Ketidak cukupangizi yang diterima oleh ibu hamil dan bayi yang baru lahir hingga berumur 1000 hari.
5. Sosialisasi kesehatan masyarakat Kesehatan masyarakat menjadi salah satu indikator Kesejahteraan. Usia harapan hidup menjadi salah satu elemen pembentuk indeks pembangunan manusia.
6. Edukasi pendampingan kehamilan, pasca melahirkan, dan menyusui dilakukandengan kegiatan.
Perbaikan pola makan dan pola asuh merupakan salah satukunci penanganan stunting. Pola makan yang kurang baik dapat membuat kurangnya nutrisi dalam tubuh terutama kepada ibu hamil yang membutuhkan nutrisi lebih karena kebutuhannya.
Hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi ibu meliputi pengetahuan tentang pemilihankonsumsi sehari-hari baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baikatau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
5. MODEL PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Penanganan stunting secara umum telah diatur oleh pemerintah dengan penanganan bersifat nasional. Berbagai strategi kegiatan dan program telah dipersiapkan guna menurunkan angka penderita stunting. Upaya untuk percepatan pencegahan stunting dilakukan melalui pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku stakeholders secara integratif dari pusat, daerah, hingga tingkat desa. Pendekatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatansemata, tetapi juga pada sektor gizi, air minum dan sanitasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, perlindungan sosial dan ketahanan pangan.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Pemberian edukasi kesehatan dan gizi kepada ibu hamil, pra nikah dan pra melahirkan
untuk peningkatan pengetahuan tentang gizi.
2. Memberikan model yang tepat dalam penanganan dan peningkatan peran serta seluruh
masyarakat dan pemerintah dalam penurunan angka stunting di sesuaikan dengan
budaya local di kabupaten barru.
3. Edukasi dan sosialisasi tentang sanitasi dan air bersih. Untuk lingkungan yang memadai.
4. Pemberian makanan sehat dan berimbang untuk kategori umur Permasalahan utama
penyebab stunting adalah malnutrisi. Ketidak cukupangizi yang diterima oleh ibu hamil
dan bayi yang baru lahir hingga berumur 1000 hari.
5. Sosialisasi kesehatan masyarakat Kesehatan masyarakat menjadi salah satu indikator
kesejahteraan. Usia harapan hidup menjadi salah satu elemen pembentuk indeks
pembangunan manusia.
6. Edukasi pendampingan kehamilan, pasca melahirkan, dan menyusui dilakukandengan
kegiatan. Perbaikan pola makan dan pola asuh merupakan salah satukunci penanganan
stunting. Pola makan yang kurang baik dapat membuat kurangnya nutrisi dalam tubuh
terutama kepada ibu hamil yang membutuhkan nutrisi lebih karena kebutuhannya.